BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila sebagai sumber dari
segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia, memiliki nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya yang telah dijelaskan dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai
sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia. Berbagai kebijakan
hukum di era reformasi pasca amandemen UUD 1945 belum mampu mengimplementasikan
nilai-nilai fundamental dari Pancasila dan UUD 1945 yang menumbuhkan rasa
kepercayaan yang tinggi terhadap hukum sebagai pencerminan adanya kesetaraan
dan pelindungan hukum terhadap berbagai perbedaan pandangan, suku, agama,
keyakinan, ras dan budaya yang disertai kualitas kejujuran yang tinggi, saling
menghargai, saling menghormati, non diskriminatif dan persamaan di hadapan
hukum.
Dalam kajian filsafat hukum temuan
Notonagoro , menerangkan bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum
di Indonesia. Sekalipun nyata bobot dan latar belakang yang bersifat politis,
Pancasila telah dinyatakan dalam GBHN 1983 sebagai "satu-satunya
azas" dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Tercatat ada pula sejumlah
naskah tentang Pancasila dalam perspektif suatu agama karena selain unsur-unsur
lokal ("milik dan ciri khas bangsa Indonesia") diakui adanya unsur
universal dalam setiap agama.
Tanpa Pancasila, masyarakat
nasional kita tidak akan pernah mencapai kekukuhan seperti yang kita miliki
sekarang ini. Hal ini akan lebih kita sadari jika kita mengadakan perbandingan
dengan keadaan masyarakat nasional di banyak negara, yang mencapai kemerdekaannya
hampir bersamaan waktu dengan kita. Tampaknya, Pancasila masih kurang dipahami
benar oleh sebagian bangsa Indonesia. Padahal, maraknya korupsi, suap, main hakim
sendiri, anarkis, sering terjadinya konflik dan perpecahan, dan adanya
kesenjangan sosial saat ini, kalau diruntut lebih disebabkan belum dipahaminya,
dihayati, dan diamalkannya Pancasila.
B.
Rumusan Masalah
Pancasila merupakan azas atau
prinsip hukum yang merupakan sumber nilai dan sumber norma bagi pembentukan
hukum derivatnya atau turunannya seperti undang-undang dasar, undang-undang,
Perpu, Peraturan Pemerintah; Perda, dan seterusnya. Hal demikian ini dapat kita
simak dari rumusan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang menegaskan: “Pancasila merupakan sumber dari
segala hukum”.
Selain itu, Pancasila juga sebagai
dasar dan ideologi negara, yaitu sumber kaidah hukum yang mengatur Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi suasana kebatinan atau
cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara.
Pancasila di Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) ini tidak saja memiliki makna strategis dan
fundamelntal sebagai common denominator, sebagai way of life atau weltanschaung
kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat. Bahkan lebih dari pada itu,
dalam konteks juridis Pancasila merupakan prinsip hukum yang merupakan sumber
nilai dan sumber norma bagi pembentukan hukum lainnya yang berlaku di
Indonesia.
C.
Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. melengkapi salah satu tugas kelompok mata kuliah Pancasila
2. sebagai bahan reverensi mata kuliah Pancasila
3. salah satu cara untuk menggali pemikiran-pemikiran yang baru, orisinal, pemikiran dan 4. realitas kehidupan warga negara
5. upaya untuk mengenalkan pemahaman tentang Pancasila itu sendiri.
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. melengkapi salah satu tugas kelompok mata kuliah Pancasila
2. sebagai bahan reverensi mata kuliah Pancasila
3. salah satu cara untuk menggali pemikiran-pemikiran yang baru, orisinal, pemikiran dan 4. realitas kehidupan warga negara
5. upaya untuk mengenalkan pemahaman tentang Pancasila itu sendiri.
BAB II
PERMASALAHAN
PERMASALAHAN
A.
Analisa Permasalahan
Berbagai kebijakan hukum di era
reformasi pasca amandemen UUD 1945 belum mampu mengimplementasikan nilai-nilai fundamental
dari Pancasila dan UUD 1945 yang menumbuhkan rasa kepercayaan yang tinggi
terhadap hukum sebagai pencerminan adanya kesetaraan dan pelindungan hukum
terhadap berbagai perbedaan pandangan, suku, agama, keyakinan, ras dan budaya
yang disertai kualitas kejujuran yang tinggi, saling menghargai, saling menghormati,
non diskriminatif dan persamaan di hadapan hukum. Padahal sebagai negara yang mendasarkan
pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk
pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum. Selama ini terdapat
berbagai macam ketentuan yang berkaitan dengan Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan termasuk teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
Dilihat dari tanggung jawab
generasi, pengamalan Pancasila dalam era tinggal landas nanti pada dasarnya
adalah tanggung jawab Generasi Penerus. Bahkan dalam sejarah perkembangannya
Pancasila sendiri ingin menggantikan Pancasila dengan Peraturan hukum yang lain
dan sering kali diwarnai konflik sosial politik baik dalam aras horizontal
maupun vertikal, dengan latar belakang yang cukup beragamseperti SARA.
Hal ini terjadi dalam peristiwa
pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948 dan peristiwa G 30. Bahkan ketika
era reformasi tiba meruntuhkan Orde Baru, Pancasila pun ikut terdorong ke
belakang. Pancasila dianggap tidak bisa lagi dipergunakan di dalam mengelola
negara dan bangsa. Bahkan untuk menyebutkannya saja orang menjadi segan
termasuk pejabat-pejabat pemerintah. Tetapi pada masa orde baru Pancasila
diproklamasikan sebagai asas tunggal.
Bahkan Akhir-akhir ini muncul isu
yang mengkhawatirkan, yakni adanya orang-orang yang ingin mengganti Pancasila.
Ada juga perbincangan untuk membela Pancasila. Semua itu menandakan adanya
kesadaran akan pentingnya Pancasila di negara Indonesia untuk dilestarikan.
B.
Pembahasan
Pancasila adalah sumber dari
segala sumber hukum di Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya telah
dijabarkan dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai sumber dari keseluruhan politik
hukum nasional Indonesia. Pancasila mengandung nilai dasar yang bersifat tetap,
tetapi juga mampu berkembang secara dinamis. Dengan perkataan lain, Pancasila
menjadi dasar yang statis, tetapi juga menjadi bintang tuntunan (lightstar)
dinamis. Dalam kapasitasnya Pancasila merupakan cita-cita bangsa yang merupakan
ikrar segenap bangsa Indonesia dalam upaya mewujudkan masyarakat adil dan
makmur yang merata materiil maupun spirituil.
Sebagai salah satu peranannya yang
merupakan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di
Indonesia, sudah seharusnya Pancasila menjadi tolak ukur untuk menentukan
pembentukan landasan-landasan hukum lain seperti misalnya Undang-Undang. Tetapi
untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang baik, diperlukan berbagai
persyaratan yang berkaitan dengan sistem, asas, tata cara penyiapan dan
pembahasan, teknik, penyusunan maupun pemberlakuannya.
Indonesia sebagai negara yang
mendasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan
kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum yang
berlaku di Indonesia.
Selama ini terdapat berbagai macam
ketentuan yang berkaitan dengan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
termasuk teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan, diatur secara tumpang
tindih baik peraturan yang berasal dari masa kolonial maupun yang dibuat setelah
Indonesia merdeka, yaitu:
1.
Algemeene Bepalingen van Wetgeving
voor Indonesie, yang disingkat AB (Stb. 1847: 23) yang mengatur
ketentuan-ketentuan umum peraturan perundang-undangan. Sepanjang mengenai
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ketentuan AB tersebut tidak lagi
berlaku secara utuh karena telah diatur dalam peraturan perundang-undangan
nasional.
2.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950
tentang Peraturan tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yang Dikeluarkan oleh
Pemerintah Pusat. Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang dari Negara Bagian
Republik Indonesia Yogyakarta.
3.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950
tentang Menetapkan Undang-Undang Darurat tentang Penerbitan Lembaran Negara
Republik Indonesia Serikat dan Berita Negara Republik Indonesia Serikat dan
tentang Mengeluarkan, Mengumumkan, dan Mulai Berlakunya Undang-Undang Federal
dan Peraturan Pemerintah sebagai Undang-Undang Federal.
4.
Selain Undang-Undang tersebut,
terdapat pula ketentuan:
a.
Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pengumuman dan Mulai Berlakunya Undang-Undang
dan Peraturan Pemerintah;
b.
Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 234 Tahun 1960 tentang Pengembalian Seksi
Pengundangan Lembaran Negara, dari Departemen Kehakiman ke Sekretariat Negara;
c.
Instruksi
Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1970 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia;
d.
Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang;
e.
Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan
Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden.
5.
Di lingkungan Dewan Perwakilan
Rakyat dan dewan perwakilan rakyat daerah, berlaku peraturan tata tertib yang
mengatur antara lain mengenai tata cara pembahasan rancangan undang-undang dan
rancangan peraturan daerah serta pengajuan dan pembahasan Rancangan Undang-undang
dan peraturan daerah usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat atau dewan
perwakilan rakyat daerah.
Nilai-nilai luhur yang tercantum dalam Pancasila merupakan nilai-nilai
yang diharapkan mampu mewarnai perbuatan manusia Indonesia baik dalam melaksanakan
secara objektif dalam penyelenggaraan negara maupun dalam kehidupan sehari-hari
sebagai individu.
Ada faktor kesinambungan yang sangat mendasar yang kita anggap luhur dan
menyatukan kita sebagai bangsa. Faktor kesinambungan yang mendasar itu ialah
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Intisari dari faktor kesinambungan yang
sangat mendasar inilah yang tidak boleh berubah. Yang kita lakukan adalah
melaksanakan dan mengamalkannya secara kreatif dalam menjawab
tantangan-tantangan baru yang terus menerus muncul dalam perkembangan
masyarakat kita dan masyarakat dunia yang sangat dinamis.
Dalam peralihan dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat nasional,
Pancasila telah menjalankan fungsinya yang sangat penting. Tanpa Pancasila,
masyarakat nasional kita tidak akan pernah mencapai kekukuhan seperti yang kita
miliki sekarang ini. Hal ini akan lebih kita sadari jika kita mengadakan perbandingan
dengan keadaan masyarakat nasional di banyak negara, yang mencapai
kemerdekaannya hampir bersamaan waktu dengan kita.
Selain itu , Pancasila telah menjadi obyek aneka kajian filsafat, antara
lain temuan Notonagoro dalam kajian filsafat hukum, bahwa Pancasila adalah
sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Sekalipun nyata bobot dan latar
belakang yang bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan dalam GBHN 1983
sebagai "satu-satunya azas" dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.
Tercatat ada pula sejumlah naskah tentang Pancasila dalam perspektif suatu
agama karena selain unsur-unsur lokal ("milik dan ciri khas bangsa
Indonesia") diakui adanya unsur universal yang biasanya diklim ada dalam
setiap agama.
Pancasila merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum
yang menguasai hukum dasar negara. Suasana kebatinan itu di antaranya adalah
cita-cita negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
Pancasila mengandung nilai-nilai dasar seperti tentang cita-cita,
tujuan, dan nilai-nilai instrumental yang merupakan arahan kebijakan, strategi,
sasaran yang dapat disesuaikan dengan tuntutan zaman. Ada cita-cita untuk
mewujudkan persatuan yang melindungi dan meliputi seluruh bangsa, mengatasi
paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan, mewujudkan keadilan
sosial, dan negara yang berkedaulatan rakyat.
Mengenai hal evidensi atau isyarat yang tak dapat diragukan mengenai
Pancasila terdapat naskah Pembukaan UUD 1945 dan dalam kata "Bhinneka
Tunggal Ika" dalam lambang negara Republik Indonesia. Dalam naskah
Pembukaan UUD 1945 itu, Pancasila menjadi "defining characteristics"
= pernyataan jatidiri bangsa = cita-cita atau tantangan yang ingin diwujudkan =
hakekat berdalam dari bangsa Indonesia. Dalam jatidiri ada unsur kepribadian,
unsur keunikan dan unsur identitas diri. Namun dengan menjadikan Pancasila
jatidiri bangsa tidak dengan sendirinya jelas apakah nilai-nilai yang termuat
di dalamnya sudah terumus jelas dan terpilah-pilah.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, selalu
mengalami polemik-polemik dalam permasalahan hukum misalnya mengenai
Perda-Perda dalam bulan-bulan terakhir ini. Dimulai dengan petisi yang
disampaikan 56 anggota DPR yang meminta pemerintah mencabut perda-perda yang
ditengarai bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Belum lagi petisi ini
ditanggapi, telah ada lagi kontra-petisi dari 134 anggota DPR lainnya yang
justru meminta supaya tidak dengan mudah mencabut perda-perda seperti itu.
Adanya perda-perda itu dilihat sebagai kebutuhan dari daerah yang
menetapkannya. Bagi sebagian orang, keberadaan perda ini disambut gembira.
Tetapi bagi yang lainnya, mencemaskan. Setidaknya di daerah-daerah yang
penduduknya tidak terlalu lazim dengan hal-hal bernuansa Islam, seperti NTT,
Sulawesi Utara, Papua, dan seterusnya. Bahkan, ada yang mengancam untuk
melepaskan diri dari NKRI. . Tidak mudah memperoleh jawaban bagi sebuah negeri
yang masyarakatnya sangat majemuk ditinjau dari berbagai segi: suku, agama,
ras, etnis, dan golongan.
Munculnya berbagai peraturan daerah yang secara substansial bertumpang
tindih dengan berbagai peraturan perundang-undangan dan sistim kodifikasi hukum
publik nasional semakin menghambat penerapan sistim hukum nasional dan merusak
instrument penegakan hukum dalam struktur Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sementara itu, UU Otonomi Daerah ikut mendorong timbulnya perda-perda yang dinilai tidak selalu sejalan dengan Pancasila dan Konstitusi. Di beberapa daerah, perda-perda itu dinilai sebagai solusi menyelesaikan berbagai kemelut bangsa. Kendati penyusunan perda-perda itu terkesan praktis, yaitu untuk menjawab kepentingan-kepentingan tertentu di daerah, namun di belakangnya terkandung hal-hal yang bersifat ideologis.
Sementara itu, UU Otonomi Daerah ikut mendorong timbulnya perda-perda yang dinilai tidak selalu sejalan dengan Pancasila dan Konstitusi. Di beberapa daerah, perda-perda itu dinilai sebagai solusi menyelesaikan berbagai kemelut bangsa. Kendati penyusunan perda-perda itu terkesan praktis, yaitu untuk menjawab kepentingan-kepentingan tertentu di daerah, namun di belakangnya terkandung hal-hal yang bersifat ideologis.
Ketidakpastian, ikonsistensi, diskriminasi/tebang pilih dan kelambanan
dalam penegakan hukum telah menimbulkan kondisi ketidakpercayaan terhadap hukum
dan aparat hukum, terutama dengan dengan semakin marak dan terbukanya kegiatan
dan atau tindakan melawan hukum yang dilakukan secara bersama-sama di muka umum
dengan mengatasnamakan suku, agama dan/atau daerah yang pada gilirannya
mengakibatkan terjadinya kerugian, ketidak-nyamanan, keresahan dan hilangnya
rasa aman dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Selain itu, belum berjalannya reformasi sikap mental, perilaku dan rasa
pengabdian di kalangan serta institusi penegak hukum menimbulkan kekuatiran
yang mendalam akan semakin sulitnya mewujudkan supremasi hukum di Indonesia
sebagai Negara yang berdasarkan hukum.
Semakin berkembangnya egoisme, oportunisme dan primordialisme yang
terefleksi dari berbagai kegiatan kelompok masyarakat, elit politik di berbagai
daerah dan kebijakan publik berbagai pemerintah daerah semakin mengikis rasa
kebangsaan dan mempersulit tumbuh kembangya sistim hukum nasional yang berbasis
pada nilai-nilai kebhinekaan sebagai ciri utama dan kepribadian bangsa
Indonesia.
Perkembangan-perkembangan yang telah diuraikan diatas tadi merupakan sebagian kecil masalah-masalah yang sering timbul dalam hal mempersoalkan hukum-hukum yang ingin ditegakkan di Indonesia.
Perkembangan-perkembangan yang telah diuraikan diatas tadi merupakan sebagian kecil masalah-masalah yang sering timbul dalam hal mempersoalkan hukum-hukum yang ingin ditegakkan di Indonesia.
Kita harus sungguh-sungguh mengonkretkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Termasuk juga di dalam menghasilkan berbagai produk hukum. Pada
waktu lalu Pancasila sudah dinyatakan sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Kalau benar-benar ingin merevitalisasikannya, kita harus konsisten melaksanakan
prinsip ini.
Indonesia adalah sebuah novum di dalam sejarah. Ia terdiri dari sekumpulan orang dengan derajat kemajemukan yang tinggi, namun ingin bersatu menyelesaikan berbagai persoalan bersama. Inilah keindonesiaan itu. Inilah yang mesti terus-menerus dibina. Keindonesiaan mesti tertanam di dalam hati sanubari setiap anak bangsa yang berbeda-beda ini sebagai miliknya sendiri. Hanya dengan demikianlah kita bisa maju terus ke depan.
Indonesia adalah sebuah novum di dalam sejarah. Ia terdiri dari sekumpulan orang dengan derajat kemajemukan yang tinggi, namun ingin bersatu menyelesaikan berbagai persoalan bersama. Inilah keindonesiaan itu. Inilah yang mesti terus-menerus dibina. Keindonesiaan mesti tertanam di dalam hati sanubari setiap anak bangsa yang berbeda-beda ini sebagai miliknya sendiri. Hanya dengan demikianlah kita bisa maju terus ke depan.
Pancasila seharusnya disikapi dengan arif dan kepala dingin, dengan
berpikir dan bertindak agar Pancasila tetap sakti dan lestari sebagai falsafah,
pandangan hidup bangsa Indonesia, dan sebagai dasar dan ideologi negara.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan perjanjian luhur seluruh
anak bangsa Indonesia yang sangat majemuk, dan menghormati serta menjamin hak
dan martabat kemanusiaan.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah
satu peranan Pancasila adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya telah dijabarkan dalam Pembukaan UUD 1945
sebagai sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia. Pancasila
merupakan azas atau prinsip hukum yang merupakan sumber nilai dan sumber norma
bagi pembentukan hukum derivatnya atau turunannya seperti undang-undang dasar,
undang-undang, Perpu, Peraturan Pemerintah; Perda, dan seterusnya. Hal demikian
ini dapat kita simak dari rumusan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan yang menegaskan: “Pancasila
merupakan sumber dari segala hukum”.
Pancasila
mengandung nilai dasar yang bersifat tetap, tetapi juga mampu berkembang secara
dinamis. Dengan kata lain, Pancasila menjadi dasar yang statis, tetapi juga
menjadi bintang tuntunan (lightstar) dinamis.
Pancasila
juga sebagai dasar dan ideologi negara, yaitu sumber kaidah hukum yang mengatur
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi suasana kebatinan atau
cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara.
Selain
itu Pancasila merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum
yang menguasai hukum dasar negara.
C.
Saran
Untuk
menjaga agar Pancasila tetap terpelihara dan lestari, maka harus dilakukan
peningkatan pemahaman pada semua lapisan masyarakat. Yang lebih penting lagi,
para pemimpin harus menjadi teladan dalam pengamalan Pancasila. Pancasila akan
menjadi ideologi yang kuat apabila diamalkan dalam semua aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, menuju negara aman, damai, tentram,
adil, makmur dan sejahtera dalam semua aspek kehidupan terutama dalam penegakan
hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar