BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Peran orang tua dalam belajar anak sangat terlihat jelas pada keluarga. Keluarga
merupakan madrasah pertama bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama kali
anak belajar mengenal kehidupannya. Karena di dalam keluarga, anak akan merasa
tenteram dan nyaman untuk melangkungkan kehidupannya.
Peran orang tua dalam mendidik anak tidak hanya terbatas dalam memberi makan,
minum, membelikan pakaian baru, dan tempat berteduh yang nyaman. Beberapa
hal tersebut bukan berarti tidak perlu, sangat perlu. Namun ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam mendidik anak.
Beberapa peran orang tua dalam mendidik anak yang perlu diperhatikan
adalah menanamkan pandangan hidup beragama pada masa kanak-kanak dalam
keluarga, mengetahui dasar-dasar tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan
anak, apakah dalam lingkungan keluarga anak dapat mengembangkan berbagai
kemampuannya, dan apa sajakah yang dapat saya lakukan dalam mengembangkan
kemampuan anak.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi belajar anak?
2. Bagaimana
orang tua mengaplikasikan dirinya yang berperan dalam belajar anak?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui faktor-faktor yang menjadi
pengaruh terhadap belajar anak.
2.
Mengetahui bentuk peranan orang tua
dalam belajar anak.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Teori Sosial Budaya Peran Orang Tua
Dalam Belajar
1.
Teori
sosial budaya (fungsionalisme struktural&teori konflik)
Sebelum
membahas mengenai teori fungsionalisme struktural&teori konflik perlu di
ketahui bahwa kedua teori ini termasuk dalam paradigma fakta sosial. Exemplar
Paradigma fakta sosial di ambil dari karya Durkheim The Rules of Sociological
Method (1895) dan Suicide (1897). Durkheim membangun satu konsep yakni fakta
sosial (social facts). Fakta sosial inilah yang menjadi pokok persoalan
penyelidikan sosiologi. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu:
1)
dalam
bentuk material yaitu barang sesuatu yang dapat di simak,ditangkap, dan
diobservasi.Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia
nyata/external world.Contohnya arsitektur dan norma hukum.
2)
dalam
bentuk non material yaitu sesuatu yang dianggap nyata/external.Fakta sosial ini
merupakan fenomena yang bersifat intersubjective yang hanya dapat muncul
dari dalam 'kesadaran manusia'.contohnya adalah egoisme,altruisme,dan opini.
Selanjutnya,secara garis besar fakta sosial terdiri atas dua tipe yaitu struktur sosial dan pranata sosial. Secara keseluruhan dalam paradigma ini terdapat 4 teori yaitu teori fungsionalisme struktural, teori konflik,teori sistem,dan teori sosiologi makro. Untuk bahasan kali ini di bahas 2 hal dulu yang sering digunakan sebagai 'pisau analisa' dari fenomena sosial yang ada yaitu :
Selanjutnya,secara garis besar fakta sosial terdiri atas dua tipe yaitu struktur sosial dan pranata sosial. Secara keseluruhan dalam paradigma ini terdapat 4 teori yaitu teori fungsionalisme struktural, teori konflik,teori sistem,dan teori sosiologi makro. Untuk bahasan kali ini di bahas 2 hal dulu yang sering digunakan sebagai 'pisau analisa' dari fenomena sosial yang ada yaitu :
1.
Teori
Fungsionalisme Struktural
Teori
ini lebih menekankan pada keteraturan/order,mengabaikan konflik dan
perubahan-peru bahan dalam masyarakat. Konsep utamanya adalah
fungsi,disfungsi,fungsi laten,fungsi manifest dan keseimbangan/equilibrium.
Masyarakat menurut teori ini merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas
bagian/elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan. Perubahan
yang terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang
laib.Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial
fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur
tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya. Salah satu tokohnya adalah Robert
K.Merton berpendapat bahwa objek analisa sosiologi adalah fakta sosial seperti
peranan sosial,pola-pola institusional,proses sosial,organisasi kelompok,pengendalian
sosial,dll.
Penganut
teori fungsional ini memang memandang segala pranata sosial yang ada dalam
suatu masyarakat tertentu serba fungsional dalam artian positif dan negatif.
Satu hal yang dapat di simpulkan adalah bahwa masyarakat senantiasa berada
dalam keadaan berubah secara berangsur-angsur dengan tetap memelihara
keseimbangan.Setiap peristiwa dan setiap struktur yang ada fungsional bagi
sistem sosial itu. Masyarakat dilihat dalam kondisi:dinamika dalam
keseimbangan.
2. Teori Konflik
Teori
ini di bangun dalam rangka menentang langsung terhadap teori fungsionalisme
struktural.Tokoh utama teori ini adalah Ralp Dahrendorf. Teori ini bertentangan
dengan fungsionalisme struktural yaitu masyarakat senantiasa berada dalam
proses perubahan yang di tandai pertentangan yang terus menerus di antara
unsur-unsurnya. Teori ini menilai bahwa keteraturan yang terdapat dalam
masyarakat hanyalah disebabkan karena adanya pemaksaan /tekanan kekuasaan dari
atas oleh golongan yang berkuasa. Konsep teori ini adalah wewenang dan posisi.
Keduanya merupakan fakta sosial. Dahrendorf berpendapat bahwa konsep-konsep
seperti kepentingan nyata dan kepentingan laten,kelompok kepentingan dan
kelompok semu,posisi dan wewenang merupakan unsur-unsur dasar untuk dapat
menerangkan bentuk-bentuk dari konflik.
Sementara
itu Berghe mengemukakan empat fungsi dari konflik yaitu :
a.
Sebagai
alat untuk memelihara solidaritas
b.
Membantu
menciptakan ikatan aliansi dengan kelompok lain.
c.
Mengaktifkan
peranan individu yang semula terisolasi.
d.
Fungsi
komunikasi,sebelum konflik kelompok tertentu mungkin tidak mengetahui posisi
lawan.Tapi dengan adanya konflik,posisi dan batas antara kelompok menjadi lebih
jelas.
Kesimpulan
dari teori konflik adalah terlalu mengabaikan keteraturan dan stabilitas yang
memang ada dalam masyarakat di samping konflik itu sendiri.
2. Teori Belajar
Menurut W.S.
Winkel, belajar adalah, suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan tersebut
bersifat relatif konstan (tetap) dan berbekas.
Jadi ternyata
belajar membutuhkan suatu kegiatan yang sifatnya aktif dan dilakukan secara
sadar. Hanya memegang buku saja belum dapat diartikan belajar bila seseorang
tidak mempelajarinya secara aktif. Tetapi tidak semua perubahan merupakan hasil
belajar. Misalnya perubahan yang disebabkan karena pertambahan usia, penyakit
yang diderita seseorang, kecelakaan dan sebagainya.
B.
Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Belajar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar dapat dibagi menjadi dua yaitu :
ü Faktor
dari dalam diri sendiri (internal) dan
ü Faktor
dari luar individu (eksternal).
1. Faktor dari dalam
diri sendiri (internal).
1. Fisik.
Kondisi
Umum Jasmani. Yang dimaksud dengan kondisi umum
jasmani, seperti sehat, segar, tidak mengantuk. Anak yang belajar dalam kondisi
yang segar dan tidak mengantuk akan memperoleh hasil yang lebih baik jika
dibandingkan dengan anak yang kurang tidur dan dalam keadaan badan tidak sehat.
Makanan bergizi juga tidak kalah pentingnya dalam membentuk kecerdasan anak.
Kondisi
Organ-Organ Khusus. Yang dimaksud dengan organ-organ
khusus, seperti pengelihatan, pendengaran dan lain-lain. Sebaiknya anak belajar
dalam suatu ruangan yang mempunyai penerangan yang cukup dan tenang suasananya.
Apabila anak Anda seringkali membuat kesalahan dalam mencatat atau menyalin
soal dari papan tulis, ada baiknya Anda berkonsultasi ke dokter mata. Dari
pengalaman, ternyata jarang sekali anak menyadari bahwa ia menderita gangguan
pada pengelihatannya.
2.Psikis
Intelegensi/Kecerdasan.
Intelegensi dibagi menjadi beberapa taraf. Ada taraf rata-rata, tinggi, dan
kurang. Taraf tinggi dan kurang juga terbagi lagi menjadi beberapa kriteria.
Sebagian besar individu berada dalam taraf rata-rata. Seseorang dikatakan
berada pada taraf rata-rata bila ia memiliki IQ antara 91 - 110 (menurut skala
Wechsler). Anak yang memiliki IQ di atas rata-rata secara potensial mempunyai
kesempatan untuk mendapat nilai baik, lebih besar kemungkinannya dibanding
dengan anak-anak yang memiliki IQ di bawah rata-rata. Namun kenyataannya
tidaklah selalu demikian. Mengapa? Karena keberhasilan belajar seseorang tidak
diukur melalui IQ semata, masih banyak faktor lain yang turut mendukung
keberhasilan dalam belajar, misalnya : ketekunan, kerajinan, daya juang,
dukungan orang tua, dan sebagainya.
Motivasi.
Motivasi
yaitu, dorongan untuk melakukan sesuatu sehingga kebutuhan terpenuhi. Motivasi
ada dua macam, yaitu motivasi intrinsik (dorongan yang berasal dari dalam diri
individu) dan motivasi ekstrinsik (dorongan yang berasal dari luar individu).
Dari kedua motivasi tersebut, yang lebih baik adalah motivasi intrinsik. Anak
belajar bukan karena takut dipukul atau dimarahi, tetapi ia memiliki kemauan,
keinginan untuk mendapat hasil yang baik demi kepuasannya dalam memahami
pelajaran di sekolah. Anak yang belajar hanya karena orang tuanya menjaga denga
rotan, mungkin hasilnya tidak optimal.
Kesiapan
Mental. Bagaimana pandangan
anak terhadap suatu mata pelajaran juga mempengaruhi dirinya dalam menerima
materi pelajaran tersebut. Pandangan tersebut dapat diperoleh anak melalui
orang tua, guru ataupun lingkungannya. Bila orang tua sangat menekankan anak
untuk memperhatikan pelajaran Matematika saja, maka akan membuat anak pada
akhhirnya mengabaikan dan menyepelekan (menganggap enteng - Red) pelajaran
lainnya.
2. Faktor Yang Berasal
Dari Luar Individu (Eksternal).
·
Lingkungan Sosial (keluarga, guru, teman). Anak yang
berada dalam lingkungan keluarga yang relatif damai, menyenangkan, akan
memberikan dampak positif dalam situasi belajarnya. Sebaliknya, keluarga yang
selalu dalam keadaan ribut, ayah-ibu sering bertengkar, akan memberikan dampak
negatif. Anak menjadi tegang, stress, ketakutan, sehingga energi yang
seharusnya dapat dipakai untuk belajar, tidak dapat digunakan secara optimal.
Akibatnya prestasinya menjadi tidak baik. Kalau sudah demikian, orang tua
menjadi stress, anak dimarahi, orang tua bertengkar, saling menyalahkan, dan
akhirnya ini akan menjadi suatu lingkaran setan dan anaklah yang menanggung
akibatnya dan paling menderita. Demikian juga pengaruh guru dan teman mempunyai
dampak dalam motivasi belajar anak. Guru yang mempunyai sikap pengertian akan
membuat anak tidak takut untuk bertanya hal-hal yang belum jelas. Sedangkan
guru yang terlalu otoriter dapat mematikan kreativitas anak.
·
Lingkungan non sosial (rumah, sekolah, fasilitas). Sekolah
yang mempunyai laboratorium lengkap dapat memberikan pengetahuan yang lebih
nyata dan lebih baik dibanding dengan sekolah yang tidak mempunyai
laboratorium. Anak yang mempunyai alat tulis lengkap, lebih lancar mengerjakan
tugas dibanding anak yang seringkali harus meminjam dari kawannya. Jadi
fasilitas ini juga sesuatu yang tidak dapat diabaikan begitu saja karena
perannya cukup besar dalam keberhasilan seorang anak.
·
Cara belajar. Setiap anak mempunyai teknik belajar
sendiri-sendiri, masing-masing anak berbeda. Ada yang bersuara, ada yang diam
saja, dengan membuat ringkasan, sambil mendengarkan musik. Hal ini tidak
terlalu berpengaruh terhadap prestasinya bila ia tidak mempunyai disiplin belajar
yang baik. Disiplin dalam belajar ini menyangkut beberapa hal, antara lain :
o
waktu belajar yang teratur, bertahap,
o
menyicil (sedikit demi sedikit).
o
menyelesaikan tugas pada waktunya
o
belajar dalam suasana yang mendukung,
misalnya tidak sambil nonton televisi, atau sambil makan.
C. Peran Orang Tua Dalam Belajar
Peran orang tua dalam
belajar sangat
terlihat jelas pada keluarga. Keluarga merupakan madrasah pertama bagi anak,
keluarga merupakan tempat pertama kali anak belajar mengenal kehidupannya. Karena
di dalam keluarga, anak akan merasa tenteram dan nyaman untuk melangkungkan
kehidupannya.
Peran orang
tua dalam mendidik anak tidak hanya terbatas dalam
memberi makan, minum, membelikan pakaian baru, dan tempat berteduh yang
nyaman. Beberapa hal tersebut bukan berarti tidak perlu, sangat
perlu. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendidik anak.
Beberapa peran
orang tua dalam mendidik anak yang
perlu diperhatikan adalah menanamkan pandangan hidup beragama pada masa
kanak-kanak dalam keluarga, mengetahui dasar-dasar tanggung jawab keluarga
terhadap pendidikan anak, apakah dalam lingkungan keluarga anak dapat
mengembangkan berbagai kemampuannya, dan apa sajakah yang dapat saya lakukan
dalam mengembangkan kemampuan anak.
1
Menanamkan Pandangan Hidup Beragama
Peran orang
tua dalam belajar anak bisa dilakukan dengan memberikan penanaman beragama pada
masa kanak-kanak, karena masa kanak-kanak merupakan masa yang paling baik untuk
mengenalkan dasar-dasar hidup beragama. Penanaman hidup beragama ini bisa
dilakukan dengan mengajak anak-anak untuk ikut serta pergi ke masjid bersama
orang tua menjalankan ibadah, mendengarkan kultum, maupun ceramah agama.
Bila semasa
kecilnya anak tidak dikenalkan dengan agama, tidak pernah pergi bersama orang
tua ke masjid mendengarkan ceramah maupun sholat berjamaah, maka setelah dewasa
mereka pun tidak ada perhatian terhadap hidup beragama. Untuk itu, peran orang
tua dalam mendidik anak sangat perlu diperhatikan di awal masa kanak-kanaknya.
2
Tanggung Jawab Keluarga terhadap
Pendidikan Anak
Peran orang
tua dalam mendidik anak lainnya yang tak kalah pentingnya adalah memberikan
pendidikan yang layak bagi anak. Hal ini tidak terlepas dari motivasi orang tua
dalam mendidik anaknya, beberapa motivasi
dasar orang tua terhadap pendidikan anaknya, meliputi:
- Motivasi diri sendiri untuk cinta dan sayang pada anak. Cinta dan sayang ini akan menumbuhkan sikap rela dan menerima tanggungjawab sebagai amanah dalam mengabdikan hidupnya untuk sang anak.
- Motivasi diri sendiri sebagai konsekuensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya. Konsekuensi ini meliputi tanggung jawab moral terhadap nilai relegius/spiritual, dan kecerdasan anak.
Peran orang
tua dalam mendidik anak di dalam keluarganya juga dapat dilakukan dengan
memberi pelajaran kepada anak agar anak dapar belajar agar tidak menjadi
egois, anak diharapkan dapat berbagi dengan cara menghargai antar anggota keluarga yang lain.
Selain itu
peran orang tua dalam mendidik anak masih banyak lagi dalam proses pembentukan
dan karakter anak, bagaimana anak belajar percaya diri, menghargai orang lain,
dan terlebih lagi orang tua dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak,
karena hal itu akan berguna bagi masa depannya.
Untuk itu,
dalam menjalankan peran orang tua dalam mendidik anaknya orang tua perlu
menjadi teladan bagi anaknya dalam menanamkan pandangan hidup beragama, dan
bagaimana bertanggungjawab terhadap tugasnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. Faktor
dari dalam diri sendiri (internal)
1) Fisik.
-Kondisi
Umum Jasmani.
-Kondisi
Organ-Organ Khusus.
2)
Psikis
-Intelegensi/Kecerdasan.
-Motivasi.
-Kesiapan Mental.
b. Faktor
dari luar individu (eksternal).
ü
Lingkungan Sosial (keluarga, guru, teman).
ü
Lingkungan non sosial (rumah, sekolah, fasilitas).
ü
Cara belajar
2. Peran
Orang Tua Dalam Belajar
1.
Menanamkan Pandangan Hidup Beragama
Peran orang tua dalam belajar anak bisa dilakukan dengan memberikan
penanaman beragama
2.
Tanggung Jawab Terhadap Pendidikan Anak
Orang
tua berkewajiban dalam memberikan pendidikan yang layak bagi anak.
B.
Saran
Sebagai orang tua yang berperan
dalam belajar anak, sebaiknya perhatikan beberapa saran berikut ini:
ü Kenali kemampuan anak
Anda. Jangan menuntut anak melebihi
kemampuannya. Anak yang sering mendapat tuntutan yang terlalu tinggi, akan
mudah menjadi frustasi dan akhirnya menjadi mogok belajar.
ü Jangan membanding-bandingkan. Orang tua sebaiknya jangan
membanding-bandingkan anak dengan kakak atau adiknya mengingat setiap anak
mempunyai kemampuan yang berbeda. Anak yang sering dibanding-bandingkan dapat
kehilangan kepercayaan diri. Bangkitkanlah rasa percaya diri anak dengan
menghargai setiap usaha yang telah dilakukan.
ü Menerima anak dengan segala kelebihan dan
kekurangannya.
ü Membantu anak mengatasi masalahnya. Bila anak memang membutuhkan guru
les, jangan dipaksakan anak dengan kemampuannya sendiri hanya karena ayah dan
ibunya dahulu tidak pernah les.
ü Tingkatkan semangat belajar anak. Kita dapat melakukan hal ini
dengan, misalnya memberi pujian, pelukan, belaian maupun ciuman.
ü Jangan mencela anak dengan kata-kata yang
menyakitkan. Orang
tua harus menghindari mencela anak dengan kata-kata, "bodoh",
"tolol", "otak udang", dan sebagainya. Anak yang sering
mendapat label atau cap seperti itu pada akhirnya akan mempunyai pandangan
bahwa dirinya memang bodoh dan tolol.
ü Mendidik adalah tanggung jawab bersama. Ayah dan Ibu mempunyai tanggung
jawab yang sama dalam mendidik anak.
ü Jangan lupa berdoa agar anak
kita mendapat hasil yang terbaik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar