Rabu, 12 September 2012

PRAGMATIK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Pragmatik sebagaimana yang diperbincangkan di indonesia dewasa ini paling tidak dapat dibedakan atas dua hal sebagai berikut: “(1) pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan atau (2) pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai tindakan mengajar”. pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan masih dapat dibedakan lagi atas: “(1) pragmatik sebagai bidang kajian linguistik, dan (2) pragmatik sebagai salah satu segi di dalam bahasa”. Pragmatik sebagai salah satu segi di dalam bahasa lazim pula disebut “fungsi komunikatif”.
             Pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan dapat pula disebut “mengajar pragmatik” atau mengajar tentang bahasa yang salah satu bidangnya adalah pragmatik. Sebagai bahan yang disajikan di dalam kelas, pragmatik itu sejajar dengan mata kuliah lain, seperti sintaksis dan semantik. Kelas seperti itu adalah kelas tempat belajar tentang bahasa, bukan belajar bahasa.
             Pragmatik sebagai “fungsi komunikatif” biasanya disajikan di dalam pengajaran bahasa asing. Setiap bahasa memiliki sejumlah fungsi komunikatif, dan di dalam fungsi komunikatif itu terdapat tujuan-tujuan seperti “menyatakan rasa puas/tidak puas”, “menyatakan setuju/tidak setuju”, dan “menyampaikan ucapan salam atau selamat”. Menurut Bambang (1990: 3), “utaraan-utaraan seperti inilah yang dijabarkan sebagai ‘pokok bahasan’ pragmatik di dalam kurikulum 1984 untuk pengajaran bahasa indonesia”.
Kurikulum bahasa Indonesia 1984 bertujuan untuk mengembalikan pengajaran bahasa kepada fungsi komunikasi tersebut. Ini diupayakan dengan penjabaran kurikulum yang secara jelas dan tegas bertujuan kemampuan berkomunikasi dengan bahasa dan yang bagian-bagiannya selalu dikaitkan dengan faktor-faktor penentu dalam berkomunikasi. Faktor-faktor penentu itu adalah:
1.   Siapa yang berbahasa dengan siapa;
2.   Untuk tujuan apa;
3.   Dalam situasi apa (tempat dan waktu);
4.   Dalam konteks apa (peserta lain, kebudayaan, dan suasana);
5.   Dengan jalur mana (lisan atau tulisan);
6.   Media apa (tatap muka, telepon, surat, dll.);
7.   Dalam peristiwa apa (bercakap-cakap, ceramah, upacara, dll.).

            Alasan pemunculan pragmatik dalam kurikulum 1984 bervariasi dari guru ke guru: (1) praktik, kemampuan/keterampilan bahasa siswa masih kurang; bahasanya berbelit-belit dan banyak didominasi oleh bahasa daerah; (2) karena penggunaan bahasa Indonesia siswa belum baik, maka siswa masih perlu banyak belajar menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar; (3) pencapaian hasil pelajaran bahasa Indonesia belum memuaskan; (4) pragmatik melengkapi pelajaran bahasa Indonesia secara utuh; (5) pragmatik menunjang pencapaian tujuan pelajaran bahasa Indonesia dan selalu ada dalam pergaulan hidup sehari-hari; (6) pragmatik tidak terlalu kentara dalam pokok-pokok bahasan lain dalam pelajaran bahasa Indonesia; dan (7) alasan perkembangan bahasa.
Dalam bagian pragmatik kurikulum bahasa Indonesia dimasukkan unsur-unsur pelajaran bahasa untuk berbagai tingkat sekolah antara lain sebagai berikut:
a.    Di Sekolah Dasar (SD)
1.      Mengungkapkan perasaan tentang sesuatu yang menarik
Contoh: Alangkah indahnya pemandangan di Pulau Bali!
2.      Memberitahukan sesuatu melalui telepon
Contoh: Halo…, Mira….,  Pakaiannya sudah jadi, tinggal diambil.
b.   Di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
1.      Mengungkapkan informasi faktual tentang sesuatu
Contoh: Tadi pagi Deden kecelakaan.
2.      Memberitahukan berita duka melalui telepon
Contoh: Halo…, Mira…, tadi pagi kakek meninggal!
c.    Di Sekolah Menengah Atas (SMA)
Tatakrama berbahasa dalam berdiskusi, misalnya mempersilakan peserta rapat untuk mengemukakan sanggahan.
Contoh: Maaf, saya kurang setuju dengan pendapat Anda.
Pelajaran bahasa Indonesia di SMP dan SMA bertujuan untuk mempersiapkan siswa untuk hidup sebagai anggota masyarakat dan bangsa Indonesia yang sanggup memberikan sumbangan bagi pelajaran dan pengembangan nilai-nilai dan potensi bangsa Indonesia bagi persatuan dan pembangunan masyarakat adil dan makmur. Disinilah letak pentingnya belajar bahasa Indonesia sebagai keterampilan pragmatik berbahasa dan menghargai bahasa Indonesia sebagai perekat masyarakat, alat komunikasi secara nasional dan lambang terpenting bangsa Indonesia (Tarigan, 1986: 184).
Fungsi bahasa yang paling utama adalah sebagai sarana komunikasi. Di dalam komunikasi, satu maksud atau satu fungsi dapat dituturkan dengan berbagai bentuk tuturan. Misalnya, seorang guru yang bermaksud menyuruh muridnya untuk mengambilkan buku LKS di kantor, dia dapat memilih satu di antara tuturan-tuturan berikut:
(1)  Ambilkan buku puisi di ruangan saya!
(2)  Disini tidak ada buku puisi.
(3)  O, ternyata tidak ada buku puisi.
(4)  Disini tidak ada buku puisi, ya?
(5)  Mengapa tidak ada yang mau mengambil buku puisi?
Dengan demikian untuk maksud “menyuruh” agar seseorang melakukan suatu tindakan dapat diungkapkan dengan menggunakan kalimat imperatif seperti tuturan (1), kalimat deklaratif seperti tuturan (2-3), atau kalimat interogatif seperti tuturan (5-6). Jadi, secara pragmatis, kalimat berita (deklaratif) dan kalimat tanya (interogatif) di samping berfungsi untuk memberitakan atau menanyakan sesuatu juga berfungsi untuk menyuruh (imperatif atau direktif).

1 komentar:

  1. seorang laki - laki bertemu temanya di stasiun bis , kemudian laki laki itu berkata : " Mereka sudah pergi "
    "Oh , begitu baik nanti saja kita bicarakan dengan mereka " Ini juga pembelajaranj tentang pragmatik . Mereka siapa yang dimaksud. Pergi kemana mereka itu . Siapapun tidak mengerti pembicaraan ini kecuali mereka berdua.nah ini adalah salah satu pragmatik

    BalasHapus