Pragmatik
sebagaimana yang diperbincangkan di indonesia dewasa ini paling tidak
dapat dibedakan atas dua hal sebagai berikut: “(1) pragmatik sebagai
sesuatu yang diajarkan atau (2) pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai
tindakan mengajar”. pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan masih dapat
dibedakan lagi atas: “(1) pragmatik sebagai bidang kajian linguistik,
dan (2) pragmatik sebagai salah satu segi di dalam bahasa”. Pragmatik
sebagai salah satu segi di dalam bahasa lazim pula disebut “fungsi
komunikatif”.
Pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan dapat pula disebut “mengajar pragmatik” atau mengajar tentang bahasa
yang salah satu bidangnya adalah pragmatik. Sebagai bahan yang
disajikan di dalam kelas, pragmatik itu sejajar dengan mata kuliah lain,
seperti sintaksis dan semantik. Kelas seperti itu adalah kelas tempat belajar tentang bahasa, bukan belajar bahasa.
Pragmatik
sebagai “fungsi komunikatif” biasanya disajikan di dalam pengajaran
bahasa asing. Setiap bahasa memiliki sejumlah fungsi komunikatif, dan di
dalam fungsi komunikatif itu terdapat tujuan-tujuan seperti “menyatakan
rasa puas/tidak puas”, “menyatakan setuju/tidak setuju”, dan
“menyampaikan ucapan salam atau selamat”. Menurut Bambang (1990: 3),
“utaraan-utaraan seperti inilah yang dijabarkan sebagai ‘pokok bahasan’
pragmatik di dalam kurikulum 1984 untuk pengajaran bahasa indonesia”.
Kurikulum
bahasa Indonesia 1984 bertujuan untuk mengembalikan pengajaran bahasa
kepada fungsi komunikasi tersebut. Ini diupayakan dengan penjabaran
kurikulum yang secara jelas dan tegas bertujuan kemampuan berkomunikasi
dengan bahasa dan yang bagian-bagiannya selalu dikaitkan dengan
faktor-faktor penentu dalam berkomunikasi. Faktor-faktor penentu itu
adalah:
1. Siapa yang berbahasa dengan siapa;
2. Untuk tujuan apa;
3. Dalam situasi apa (tempat dan waktu);
4. Dalam konteks apa (peserta lain, kebudayaan, dan suasana);
5. Dengan jalur mana (lisan atau tulisan);
6. Media apa (tatap muka, telepon, surat, dll.);
7. Dalam peristiwa apa (bercakap-cakap, ceramah, upacara, dll.).
Alasan pemunculan pragmatik dalam kurikulum 1984 bervariasi dari guru
ke guru: (1) praktik, kemampuan/keterampilan bahasa siswa masih kurang;
bahasanya berbelit-belit dan banyak didominasi oleh bahasa daerah; (2)
karena penggunaan bahasa Indonesia siswa belum baik, maka siswa masih
perlu banyak belajar menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar;
(3) pencapaian hasil pelajaran bahasa Indonesia belum memuaskan; (4)
pragmatik melengkapi pelajaran bahasa Indonesia secara utuh; (5)
pragmatik menunjang pencapaian tujuan pelajaran bahasa Indonesia dan
selalu ada dalam pergaulan hidup sehari-hari; (6) pragmatik tidak
terlalu kentara dalam pokok-pokok bahasan lain dalam pelajaran bahasa
Indonesia; dan (7) alasan perkembangan bahasa.
Dalam
bagian pragmatik kurikulum bahasa Indonesia dimasukkan unsur-unsur
pelajaran bahasa untuk berbagai tingkat sekolah antara lain sebagai
berikut:
a. Di Sekolah Dasar (SD)
1. Mengungkapkan perasaan tentang sesuatu yang menarik
Contoh: Alangkah indahnya pemandangan di Pulau Bali!
2. Memberitahukan sesuatu melalui telepon
Contoh: Halo…, Mira…., Pakaiannya sudah jadi, tinggal diambil.
b. Di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
1. Mengungkapkan informasi faktual tentang sesuatu
Contoh: Tadi pagi Deden kecelakaan.
2. Memberitahukan berita duka melalui telepon
Contoh: Halo…, Mira…, tadi pagi kakek meninggal!
c. Di Sekolah Menengah Atas (SMA)
Tatakrama berbahasa dalam berdiskusi, misalnya mempersilakan peserta rapat untuk mengemukakan sanggahan.
Contoh: Maaf, saya kurang setuju dengan pendapat Anda.
Pelajaran
bahasa Indonesia di SMP dan SMA bertujuan untuk mempersiapkan siswa
untuk hidup sebagai anggota masyarakat dan bangsa Indonesia yang sanggup
memberikan sumbangan bagi pelajaran dan pengembangan nilai-nilai dan
potensi bangsa Indonesia bagi persatuan dan pembangunan masyarakat adil
dan makmur. Disinilah letak pentingnya belajar bahasa Indonesia sebagai
keterampilan pragmatik berbahasa dan menghargai bahasa Indonesia sebagai
perekat masyarakat, alat komunikasi secara nasional dan lambang
terpenting bangsa Indonesia (Tarigan, 1986: 184).
Fungsi
bahasa yang paling utama adalah sebagai sarana komunikasi. Di dalam
komunikasi, satu maksud atau satu fungsi dapat dituturkan dengan
berbagai bentuk tuturan. Misalnya, seorang guru yang bermaksud menyuruh
muridnya untuk mengambilkan buku LKS di kantor, dia dapat memilih satu
di antara tuturan-tuturan berikut:
(1) Ambilkan buku puisi di ruangan saya!
(2) Disini tidak ada buku puisi.
(3) O, ternyata tidak ada buku puisi.
(4) Disini tidak ada buku puisi, ya?
(5) Mengapa tidak ada yang mau mengambil buku puisi?
Dengan
demikian untuk maksud “menyuruh” agar seseorang melakukan suatu
tindakan dapat diungkapkan dengan menggunakan kalimat imperatif seperti
tuturan (1), kalimat deklaratif seperti tuturan (2-3), atau kalimat
interogatif seperti tuturan (5-6). Jadi, secara pragmatis, kalimat
berita (deklaratif) dan kalimat tanya (interogatif) di samping berfungsi
untuk memberitakan atau menanyakan sesuatu juga berfungsi untuk
menyuruh (imperatif atau direktif).
seorang laki - laki bertemu temanya di stasiun bis , kemudian laki laki itu berkata : " Mereka sudah pergi "
BalasHapus"Oh , begitu baik nanti saja kita bicarakan dengan mereka " Ini juga pembelajaranj tentang pragmatik . Mereka siapa yang dimaksud. Pergi kemana mereka itu . Siapapun tidak mengerti pembicaraan ini kecuali mereka berdua.nah ini adalah salah satu pragmatik