Selasa, 26 Juni 2012

Tertangkap Karena Razia


Tertangkap Karena Razia
Cerpen: I’anatul Insianah
Tidak seperti biasanya, kali ini Candra bangun lebih awal tanpa dibangunkan oleh siapa pun.  Selesai mandi dan menggunakan seragam sekolah ia segera bergegas pergi tanpa berpamitan dengan Papanya yang sudah menunggu di meja makan bersama Mama tirinya.
          “Candra! Sarapan dulu!” Ajak Papanya saat Candra melewati meja makan dengan tergesa-gesa. Namun, Candra tidak menghiraukannya.
           “Candra!” Panggilnya lagi dengan nada agak meninggi.
           “Sudahlah, Pa, mungkin dia buru-buru…” Mama tirinya mencoba meredam emosi suaminya.
           “Anak itu semakin dibiarkan semakin keterlaluan!” Gerutunya lagi.
        Candra adalah anak semata wayang Pak Brahma. Ia sangat tidak menyukai Mama tirinya. Karena baginya Almarhumah Mamanya tidak akan pernah tergantikan. Demikian dengan Papanya pun semakin lama semakin menjauh semenjak Papanya menikahi wanita yang pernah bekerja menjadi penyanyi kafe yang kini adalah Mama tirinya itu.
Pak Brahma lebih banyak memberikan kasih sayang kepada anaknya berupa materi, bukan kasih sayang yang berupa perhatian. Dahulu saat almarhumah Mamanya masih hidup, Candra masih ada yang membimbing karena Mamanya adalah sosok ibu yang perhatian dan penyanyang. Namun, saat ini Mamanya telah tiada, Papanya kurang memperhatikannya dan sibuk dengan urusan kantornya. Sebenarnya, Mama tirinya juga ingin memberi perhatian kepada Candra, namun mau bagaimana lagi, Candra sudah terlanjur tidak menyukainya, dan ia pun dipekerjakan sebagai sekretaris di perusahaan Papanya, sehingga tidak ada waktu untuk di rumah. Dirumah hanya ada pembantu dan tukang kebun saja.  Hal ini yang membuat Candra tidak terperhatikan sekolah dan pergaulannya.


            Ternyata pagi ini Candra terburu-buru bukan untuk langsung pergi ke sekolah, tetapi menemui teman-teman nongkrongnya di sebuah perbukitan yang jauh dari keramaian.
            “Mana barangnya?” Candra menanyakan sesuatu kepada Beno.
            “Sabar, bro! Tenang aja, udah gua siapin tiga bungkus buat lo!”
            “Harganya lebih tinggi ya, bro! Soalnya ini barang agak jauh ngedapatinnya!” Ujar Tora.
            “Iya iya, lo kaya sama siapa aja, gua pasti bayar berapa pun harganya! Sekarang mana barangnya?” Desak Candra tidak sabar menunggu barang yang ia inginkan.
            “Ambil, Jon!” Beno memerintah Joni untuk mengambil barangnya di mobil.
            Sambil menunggu temannya mengambil barang yang diinginkan, Candra menyulut sebatang rokok.
            Lo mau ke sekolah, bro?” Tanya Ray kepada Candra.
            “Ya iya, lha… seperti yang lo lihat, gua pakai seragam sekolah, kan!”
            “Iya, sih… tapi gua heran aja, lo kok berani banget bawa-bawa barang gituan ke sekolah?”
            “Jiaaah… lo kaya baru kenal gua sehari aja! Seorang Candra enggak pernah takut sama siapapun, kecuali Tuhan dan Mama kandung gua! Dan selama ini gua masih aman-aman aja, kan!” Mendengar Candra berkata seperti itu mengundang gelak tawa keempat temannya.
            “Kok lo pada ketawa, sih? Apanya yang lucu?” Tanya Candra keheranan.
            “Lucu aja, bro, takut sama Tuhan tapi lo masih ngejalanin yang kaya begini, seandainya nyokap lo tahu apa yang lo lakukan saat ini, apa lo akan menghindari kenyataan? Ya… gua sebagai teman cuma menyarankan agar lo berhati-hati. Seperti pepatah lama, bro, sepandai-pandai tupai melompat, pasti akan jatuh juga!” Ujar Joni sambil menyerahkan barang yang sejak tadi ditunggu oleh Candra.
            “Itu juga berlaku buat kalian semua!” Sambung Candra terhadap kata-kata Joni.
            “Ya… itu berlaku untuk kita semua, tapi yang paling utama itu lo, bro! Lo masih sekolah, lo harus waspada karena lambat laun pasti ketahuan! Sayang aja sekolah lo, bro! Lo masih diberi Tuhan otak yang cerdas, ortu lo juga enggak kekurangan. Kalau gua jadi lo gua enggak mau ngelakuin hal yang seburuk ini!” Ujar Joni.
            “Tapi lo enggak tahu gimana rasanya ditinggalkan seorang Ibu yang lo sayangi yang selalu memberi perhatian dan kasih sayang, dan harus digantikan oleh wanita lain dalam waktu yang tidak lama, dan hidup gua spontan berubah, enggak terurus, enggak ada kasih sayang yang tulus dari bokap gua! Gua Cuma disuapi dengan materinya yang berlimpah ruah, tapi gua haus perhatian! Hidup gua sama aja dengan anak terlantar!”
            “Sabar, bro… Masalah jangan terlalu diambil pusing, bro! Dibawa have fun aja!” Beno mencoba menghibur sembari merangkul Candra.
            Waktu telah menunjukkan pukul 06.50. Candra segera pergi meninggalkan keempat temannya untuk menuju ke sekolah.


            Lima menit sebelum masuk Candra sudah sampai di sekolah. Dengan langkahnya yang cepat dan sedikit mengejar waktu, tiba-tiba ia menabrak Anita, teman sekelasnya, saat memasuki ruang kelas.
            “Kalau jalan lihat-lihat, dong! Main tabrak aja!” Bentak Candra karena tidak mau disalahkan. Spontan wajah Anita memerah karena takut.
            “Ma…maaf Can, a…a…”
            “A i u a i u!” Gertaknya lagi sambil meninggalkan Anita yang masih di depan pintu. Teman-teman sekelasnya yang menyaksikan kejadian tersebut juga mulai takut saat Candra duduk di sekitar mereka, kecuali kedua teman dekatnya,Rama dan Jek.
            “Tumben lo enggak telat, bro?” Tanya Rama sembari menenggerkan tangannya di atas bahu Candra.
            “Iya, bro! tumben banget lo! Biasanya pelajaran udah mau habis lo baru datang!” Jek menyambung kata-kata Rama.
            “Tadi gua ada urusan sedikit, jadi gua agak cepat bangun!”
            “Tapi muka lo lusuh banget, bro! Ada masalah? Cerita dong, bro, sama kita-kita! Siapa tahu kita bisa bantu, iya enggak, Jek?”
            “Iya nih, lo udah jarang banget mau berbagi cerita sama kita-kita! Enggak asik banget lo sekarang, bro!
            Ah, enggak juga, gua enggak ada masalah apa-apa, perasaan lo lo aja! Akhir-akhir ini badan gua lagi enggak fit aja.” Candra mencoba menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja.
            Tak lama kemudian, Pak Joko, guru matematika yang sangat kental dengan logat Jawanya, memasuki ruang kelas.
            “Selamat pagi!” Sapanya kepada murid-muridnya.
            “Pagi, Pak!” Sahut murid-muridnya dengan kompak.
            “Kemarin saya sudah menjelaskan bagaimana cara menghitung logaritma, sekarang saya akan memberi soal untuk pemanasan kalian belajar pagi ini!” Ujar Pak Joko sembari menuliskan beberapa soal di papan tulis, sementara murid-muridnya banyak yang menggerutu karena pagi-pagi sudah harus berhitung.
            “Nah, siapa yang bisa mengerjakan soal nomor satu? Silakan ke depan!” Pak Joko menawarkan murid-muridnya untuk mengerjakan soal yang telah ditulisnya di papan tulis. Semuanya hanya ternganga melihat soal yang begitu menyeratkan tenggorokan mereka. Tiba-tiba Candra dan Anita mengacungkan tangan secara bersamaan. Candra memelototi Anita. Akhirnya Anita segera menurunkan tangannya.
            “Ya, kamu, Candra! Silakan dikerjakan!” Tunjuk Pak Joko kepada Candra.
            Candra segera mengerjakan soal yang diberikan dengan lancar-lancar saja. Soal yang menurut mereka sedikit rumit, hanya sekejap saja selesai dikerjakan oleh Candra. Siswa-siswi yang lain heran dengan Candra, karena yang mereka tahu Candra sering membolos sekolah, namun ia selalu bisa jika diminta mengerjakan di depan kelas. Sebenarnya Candra sejak dulu adalah anak yang pintar, namun karena tingkah lakunya selama di SMA semakin lama semakin kurang baik, baik dari absensinya, hingga sikapnya terhadap guru-guru maupun siswa-siswi lain, membuat reputasinya di sekolah di pandang buruk. Namun, seburuk-buruknya tingkah laku Candra, ia selalu ingat pesan ibunya agar tidak berhenti belajar karena ilmu itu tidak ada habisnya, sehingga di setiap ia ada waktu santai pasti ia gunakan untuk belajar.
            “Bagus Candra! Silakan duduk!” Perintah Pak Joko saat Candra selesai mengerjakan soal. “Kenapa yang lain jarang sekali aktif saat saya beri soal seperti ini? Saya memang tidak suka dengan sikap Candra, tapi saya bangga dengan Candra yang selalu bisa dan aktif, nilainya juga selalu tinggi. Kalian yang selalu datang tepat waktu ini, apa yang kalian kerjakan saat saya menjelaskan sehingga tidak bisa mengerjakan soal-soal yang saya berikan?” Tambahnya dengan kesal.
            Seisi kelas terdiam mendengarkan ceramah Pak Joko, beberapa siswa menggerutu di belakang. Setelah diam sejenak, Pak Joko mulai berbicara lagi. “Kalau bisa kalian belajar dengan Candra, belajar dari sisi positifnya. Dan kamu, Candra! Saya harap kamu bisa lebih sering masuk dari pada membolos, dan jangan pernah membuat onar lagi. Itu harapan saya!” Tegas Pak Joko.
            Candra hanya meresponnya dengan anggukan kepala dan raut muka yang dingin.
            “Selanjutnya, siapa yang bisa mengerjakan soal nomor du…” Tiba-tiba kata-kata Pak Joko terhenti saat tampak tiga orang berseragam polisi berdiri di depan pintu kelasnya.
            “Selamat pagi, Pak! Maaf, mengganggu proses belajar mengajarnya!” Ujar salah seorang dari ketiga polisi tersebut.
            “Oh, iya, tidak apa-apa. Kalau boleh tau ada keperluan apa ya, Pak?”
            “Kami dari kepolisian, maksud dan tujuan kami kemari yaitu sehubungan dengan beredarnya video porno yang sedang marak saat ini. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang telah banyak terjadi pada kalangan pelajar yang bertindak asusila, kami ditugaskan untuk merazia handphone maupun laptop para pelajar di sekolah ini, Pak!”
            “Oh, boleh-boleh saja, Pak!” Pak Joko mempersilakan para polisi tersebut untuk mulai merazia di kelasnya. “Semua tas harus di atas meja!” Perintah Pak Joko kepada murid-muridnya.
            Deg… Spontan muka Candra berubah pucat pasi. Ia kebingungan sendiri saat polisi langsung menggeledah tas dari meja barisan paling depan sehingga tasnya digeledah lebih dulu. Ketika polisi mendapatkan handphonenya yang terdapat di saku tasnya, polisi juga melihat bukusan kecil berwarna putih yang terselip di saku tasnya. Setelah melihat isi handphone Candra yang tidak ditemukan satupun video porno, polisi segera kembali meneliti bungkusan putih tersebut.
            “Wah, ini sepertinya sabu-sabu!” Ujar polisi yang menggeledah tas Candra.
            Semua mata kini tertuju pada benda putih tersebut. Rama dan Jek tercengang melihat kejadian itu. Candra hanya terdiam membisu tanpa berkata sepatah katapun.
            “Candra? Apa benar kamu melakukan ini?” Tanya Pak Joko dengan raut muka yang sangat kecewa. Candra tetap saja diam bagai patung.
            “Maaf, Pak, kami tidak menemukan video porno dari anak-anak didik Bapak, tapi karena kami menemukan sabu-sabu ini, jadi kami terpaksa membawa saudara Candra untuk diperiksa lebih lanjut di kantor polisi!” Ujar polisi tersebut sembari memborgol kedua tangan Candra.
            “Baiklah, Pak, saya serahkan Candra kepada pihak yang berwajib!” Ujar Pak Joko dengan wajah yang penuh kecewa, dan tidak mampu berkata apa-apa lagi.
            “Kalau begitu, kami segera permisi dulu, terima kasih atas kerja samanya!” Ketiga polisi tersebut berpamitan dengan Pak Joko dan membawa Candra.
            “Iya, Pak. Sama-sama…” Sahut Pak Joko.
            Bro!” Panggilan Rama dan Jek menghentikan langkah Candra dalam tuntunan polisi.
            “Jadi itu yang selama ini bikin lo jauh dari kita-kita?” Tanya Rama dengan penuh tatapan.
            “Maafin gua, sudah terlalu banyak masalah yang gua hadapi, gua enggak mau bawa-bawa lo berdua ke dalam masalah gua!” Jawab Candra dengan penyesalannya.
            “Tapi seenggaknya lo bisa cerita sama kita-kita, bro! Kita selalu siap bantu setiap lo ada masalah. Bukan kaya gini caranya!” Ujar Jek sembari memegang kedua pundak Candra.
            “Sudahlah! Sekarang lupain gua, lupain sahabat semacam gua! Sekarang lo tahu kan, gua seorang pecandu! Hidup gua sudah hancur! Gua bukan sahabat yang baik buat lo berdua!” Candra tak kuasa menahan haru dan segera pergi meninggalkan kedua sahabatnya.
            Bro! bro!” Teriak Rama dan Jek memanggil Candra yang sudah tertuntun oleh polisi.


            Pak Brahma mendapat kabar dari pihak sekolah tentang tertangkapnya Candra. Pak Brahma segera mendatangi kantor polisi di mana Candra diproses.
            “Ada apa dengan anak saya pak?” Tanyanya tiba-tiba saat sampai di kantor polisi, kemudian ia langsung tertuju kepada Candra, “apa yang kamu lakukan, Candra! Kamu mau bikin malu Papa?!”
            “Untuk apa Papa kemari? Papa masih peduli?” Sahut Candra dengan ketus.
            “Apa maksudmu berkata seperti itu?”
            “Selama ini Papa kemana? Mengapa baru sekarang Papa mau peduli?”
            “Apa yang kamu bicarakan, Candra? Semua yang Papa lakukan selama ini juga untuk kamu! Papa bekerja juga untuk kamu! Papa juga berikan fasilitas yang lengkap! Apa itu masih kurang? Dan ini balasan kamu dengan berurusan dengan polisi! Memalukan!”
            “Oh… Begitu ya? Apa Papa tahu apa yang Candra lakukan di rumah, di sekolah, dan di luar sana? Apa Papa pernah mau tahu apa yang Candra lakukan hingga sekarang ini Candra berada di sini? Apa Papa tahu Candra tidak pernah mendapat perhatian berupa kasih sayang tapi materi?!!!” Candra menatap Papanya dengan tatapan tajam.
            Pak Brahma terdiam. Polisi pun menghentikan percakapan mereka.
            “Maaf, Pak? Sebaiknya kasus anak Bapak segera diproses agar cepat selesai”
            “Oh, iya, Pak. Sebenarnya apa masalah anak saya, Pak?” Tanya Pak Brahma pada polisi.
            “Anak Bapak terbukti sebagai pemakai sabu-sabu. Kami akan coba memproses terlebih dahulu apakah saudara Candra juga sebagai pengedarnya.”
            “Baik, Pak. Kalau begitu sebaiknya segera diproses saja.”
Tiba-tiba Mama tirinya datang membawa beberapa teman Candra yang dapat member kesaksian atas kasus yang menimpa Candra. Dan akhirnya Candra hanya terbukti sebagai pemakai dan bukan pengedar. Namun, Candra harus direhabilitasi. Pak Brahma pun menyadari kesalahannya yang kurang perhatian terhadap anaknya.
“Maafkan Papa, Candra. Mulai dari sekarang Papa akan meluangkan sedikit waktu untuk kamu. Papa sangat menyesal, karena Papa terlalu egois, selalu sibuk dengan urusan Papa sendiri.” Ujar Pak Brahma dengan penuh penyesalan
“Mama juga ingin menjadi Ibu yang baik untuk kamu, Candra. Mama ingin kamu mau menganggap Mama seperti Mama kamu sendiri. Maaf jika Mama berharap lebih, Mama hanya ingin bisa menyayangi kamu sebagaimana seorang Ibu menyayangi anak kandungnya…” Mama tirinya memohon penuh harap.
Candra terdiam sejenak, kemudian ia memeluk Papa, dan Mama tirinya. Ia menangis dengan penuh haru. Papa dan Mama tirinya juga membalas pelukan Candra.
Akhirnya, Candra pun menerima Mama tirinya. Papa dan Mama tiri Candra juga sering menjenguk Candra dimana ia direhabilitasi. Dan kini walaupun hanya di tempat rehabilitasi, Candra dapat merasakan perhatian dan kasih sayang dari Papa dan Mama tirinya. Ia juga mendapatkan pelajaran paling berharga.



KARYA         : I’ANATUL INSIANAH
KELAS           : C7 (Bahasa dan Sastra Indonesia)

A.    Unsur Intrinsik
a.       Tema                                                   : Pendidikan.
b.      Judul                                                   : Tertangkap Karena Razia.
c.       Sudut pandang                                                : Orang ketiga. Tidak sebagai pelaku.
d.      Latar/setting               
1.Tempat                                    : Rumah, bukit, sekolah.
2.Waktu                                     : Pagi.
e.       Alur/plot                                              : Maju.
f.       Penokohan
1.Candra                                                : Keras, tidak peduli, pintar.
2.Pak Brahma/Papa Candra       : Keras, egois.
3.Mama tiri Candra                    : Baik, sabar, penyayang.
4. Beno                                        : Santai.
5. Tora                                         : Santai.
6. Joni                                          : Baik, setia kawan.
7. Ray                                          : Santai.
8.Anita                                       : Mudah takut.
9.Rama                                       : Santai, baik, setia kawan.
10.                    Jek                               : Santai, baik, setia kawan.
11.                    Pak Joko                      : Tegas, bijaksana.
12.                    Polisi                           : Tegas.
g.      Penyelesaian                                        : Bahagia (Happy Ending)
h.      Amanat                                               :
 Jika diterpa masalah seberat apapun jangan dilarikan kepada hal-hal yang negative, seperti memakai narkoba, minum minuman keras, dan lain sebagainya, itu akan menghambat segalanya. Sekolah terbengkalai, bahkan kita juga bisa dijauhi teman, ataupun keluarga. Jika ada hal yang lebih positif untuk dapat dilakukan, itu akan menjadi permulaan yang baik untuk memulai kehidupan ke arah yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar